Selasa, 11 Juni 2013

Carelessness of Mine

It happened again...

Actually I could not recollect just how many times I had been careless. Be it forgetting my teaching schedule or simply leaving my motorcycle key in it's plug, I fancy it's been thousand times, I just don't remember. And this afternoon the worst so far happened.

A week ago I received a text from my friend who works as an admin in the college major I'm recently teaching. She said I got a letter, a bill (we call it that way) to make a examination sheet for the finals. I thanked her, promised to take it later. But I forgot it until I took the letter this noon. The examination is due tomorrow, not to mention that I missed the deadline to submit the sheet (the letter was given on 3rd, the deadline was on 6th). It means I had to make it quickly because the office will close at 4 or the examination will be cancelled. But as if the shock hadn't been enough, I had to teach at 1, and my co-teacher said they need the sheet no later than 2. Ends there? No! My hard disk was also jammed so I couldn't access my exam sheet data bank. Crap. You can imagine how screwed I was at that moment...

Fortunately, my co-teacher friend took the job over and she helped me by making an exam sheet in less than 20 minutes (it's been 2.15 when I asked her for help). She made it, considering she was still on her travel minibus,  having journey to Jogja from her hometown. I'm so grateful...

I was so angry to myself. I really hate it when people call me careless, reckless etc but what can I do? I always forgot almost every particular thing, sometimes right when I really need that. I'm tired of my own recklessness, but what can I do?. :(

Rabu, 20 Maret 2013

Titik Balik


Tak bisa lagi kuingat kapan persisnya
Rasa ini tak lagi menabur semai-semainya
Pada sekuntum jiwa yang tak kunjung mekar itu

Sungguh aku tak ingin menyandera hati
Di kala diri ini telah tak sanggup lagi berjalan, bertautan
Dengan jemari  yang  tak lagi menggenggam
Tapi entahlah, tak banyak yang bisa kuhapuskan
Dari jejakku yang telah begitu mengakar
di petak-petak yang dulu sering kusiram

Cobalah jawab tanyaku ini
Bisakah kamu sekedar menyentuh kelopak bunga
Tanpa tergores oleh tajam belukarnya?
Sudah, cukup sudah!

Tak ayal aku pun bersembunyi
Menolak untuk datang lagi ke taman itu, yang sudah berjelaga mengaratkanku
Bisakah kau mengerti?
Aku lelah, aku melemah
Di pasangmu aku surut, pun tenggelammu hanya bisa menyeretku karam
Semakin dalam, semakin dalam
Aku ingin bernafas!

Ya, jarak ini memang sudah tak lagi memisah
Tapi di tiap jengkalnya hanya terekam lambaian tangan
Kuat-kuat, namun samar saja di matamu
Yang jika kini semua menyata, waktulah yang layak kau tuntut
Maka bayangkanlah sebisamu
Riangnya anak-anak dalam jiwa ini, menyambut hadirnya
Menciumi tangannya, dan seketika merubahnya jadi ksatria
Siap menghunuskan pedang dan perisainya
Menjaganya untuk tak terbang lagi terlalu cepat
Menahannya sejenak di tanah yang gersang ini
Berharap hujan yang ia bawa menyejukkan hampa yang lama mendahaga

Dan memang, ia nyata
Tak terduga, namun juga tak asing
Seperti telah berabad mengenalnya
Mungkin memang ialah separuh diriku yang hilang
Yang datang mengagetkanku sejenak setelah kau lenyap
Membawakanku kembali nyala-nyala jiwa yang meredup.
Sungguh, ini terlalu indah buatku
Lalu bagaimana mungkin aku mau kembali?

 Yogya, February 2013